Humaniora

Konrad Jeladu, Seniman Labuan Bajo Kreatif Di Tengah Pandemi

LABUAN BAJO – Mengenakan baju kaos oblong putih bergambar Presiden Jokowi, di depan meja kerja sederhana setinggi sekitar setengah meter terbuat dari papan bekas dan tripleks yang ditutupi selembar perlak bermotif batik, Konradus Jeladu, 54 tahun, menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi kayu. Serangkai bali belo yang baru selesai dikerjanya, dibiarkan tergeletak di sudut meja. Tak lama, suara dari handphone Samsungnya berdering.

Entah dengan siapa ia berbicara di balik telepon itu. Ada penjelasan singkat disusul tawar-menawar sebuah rencana pentas Tarian Caci. Tak lama kemudian, ponselnya dimatikan. Konrad tersenyum, sambil mempersilahkan saya melanjutkan menyeruput kopi panas yang masih tersisa setengah dalam cangkir putih. “Ada kabar gembira rupanya. Habis terima telepon langsung senyum,” kata saya coba berbasa-basi, bercampur penasaran.

“Iya, tadi itu, ada orang dari luar daerah, dia minta kesediaan untuk sanggar Molas Naga Komodo menampilkan atraksi tarian tradisional untuk didokumentasikan,” jawabnya bersemangat. “Syukurlah, walaupun masih masa sepi karena virus Corona, masih ada juga yang minta pentas terbatas untuk keperluan dokumenter. Ini baru pertama lagi ada yang minta sejak tahun lalu sepi turis di Labuan Bajo,” tambah Konrad.

Baca Juga : Lebih Dekat Dengan Citra, Paskibraka Cantik Dari Labuan Bajo
Baca Juga : Ketika Kapal Pinisi Sallahudin Berlabuh di Pantai Labuan Bajo

Sejak wabah corona virus (Covid-19) melanda awal tahun 2020, sektor yang paling mengalami dampak secara langsung adalah pariwisata. Tak hanya banyak hotel, restautant dan jasa wisata lainnya yang tutup akibat sepinya kunjungan wistawan, banyak pekerja di sektor pariwisata juga terkena PHK atau dirumahkan. Bidang usaha penunjang turisme lainnya juga ikut terguncang, salah satunya sanggar-sanggar budaya yang ada di Kota Labuan Bajo.

Konrad Jeladu, berfoto di area Hotel Inaya Bay Komodo, Labuan Bajo.

Sejak ditetapkan sebagai kawasan pariwisata super prioritas dengan reptil raksasa Komodo sebagai primadona utamanya, geliat pariwisata di Labuan Bajo terus bergelora, percepatan pembangunan sarana wisata bertumbuh cepat. Kota indah yang terletak di ujung barat Pulau Flores yang dikitari lautan dan gugusan pulau-pulau indah di tengahnya telah berubah menjadi surga baru bagi para wisatawan.

Guna menopang dan melestarikan wisata budaya yang kaya akan berbagai kesenian lokal bernilai tinggi dan entertain, belakangan bermunculan sanggar-sanggar budaya, salah satunya Sanggar Molas Naga Komodo yang lahir jauh sebelum Labuan Bajo menjadi sentrum minat, magnet para pelancong di seluruh dunia.

Baca Juga : Bersyukur Menjadi Guru Taman Kanak-Kanak
Baca Juga : Kisah Pilu Akhir Hidup Cici, Transpuan yang Murah Hati

Ketika saya bertandang ke rumah Konradus Jeladu, seniman dan koreografer yang sering disapa Konrad, sekaligus pemilik Sanggar Molas Naga Komodo, Sabtu, 21 Agustus 2021, ia berkisah tentang bagaimana pandemi Covid-19 juga berdampak besar pada aktivitas sanggarnya lebih dari setahun.

“Praktis kami tidak ada pentas, tidak ada permintaan untuk mengisi berbagai event karena memang pembatasan sosial sehingga tidak ada acara yang berhubungan dengan keramaian untuk ditampilkan atraksi-atraksi budaya,” kata Konrad.

Di rumahnya yang terletak di Jalan Trans Flores, Tuke Tai Kaba, Labuan Bajo, Konrad menghabiskan banyak waktunya menghasilkan berbagai karya seni dan tari sebagai khazanah karya tradisional kebanggaan sanggar. Berdiri sejak Oktober 2010, Sanggar Molas Naga Komodo sering berpartisipasi dalam aneka pentas acara bertajuk lokal, nasional maupun internasional di Labuan Bajo.

Baca Juga : Menyalakan Lagi Semangat Bunda Teresa di Era Pandemi
Baca Juga : Maria Djelamut, Bahagia Menjadi Katekis

1 2Laman berikutnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button