Sosok
Trending

Maria Djelamut, Bahagia Menjadi Katekis

RUTENG – RABU, 9 JUNI 2021, pukul 10 pagi, saya menyambangi sebuah rumah yang terletak di Jalan Bhayangkara Ruteng, Manggarai. Di depan teras rumah berkeramik warna coklat, seorang ibu sedang berdiri sambil memandang barisan pot bunga yang berjejer rapih di sisi kanan teras. Sorot matanya seakan tak henti mengagumi bunga-bunga yang pagi itu memang merekah indah. Ia mengenakan baju berlengan panjang putih, rompi coklat muda berpadu selembar sal warna hitam yang melingkar di leher. “Oh, Selamat Pagi juga. Mari, Silahkan. Saya sengaja menunggu di sini sambil lihat-lihat bunga,” ucap Maria Djelamut, 72 tahun, membalas sapaan saya yang memasuki teras rumahnya.  

Menjelang perayaan 1 Abad Legio Maria yang jatuh pada tanggal 7 Septermber 2021, saya sengaja menemuinya. Legio Maria (Latin : Legio Mariae) merupakan perkumpulan umat Katolik, didirikan oleh Frank Duff bersama beberapa wanita dan Uskup Agung Dublin di Irlandia yang saat ini menjadi organisasi kerasulan awam terbesar dalam Gereja Katolik. Mereka melayani Gereja Katolik secara sukarela, membantu uskup setempat dan Pator Paroki dalam doa, pelayanan sosial dan aksi Katolik bagi sesama.

Dari Irlandia, Legio Maria tersebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia pada tahun 1951 dan presidium (unit Legio Maria yang berada di paroki) pertama berdiri di Kota Kediri, berlanjut di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Malang menjadi senatus pertama dalam sejarah Legio Maria di Indonesia. Pada 13 Januari 1987, Soecero Becrus, utusan Legio Maria wilayah Asia datang ke Ruteng, dan diterima Mgr. Eduardus Sangsun, SVD. Sejak itulah Legio Maria mengalami perkembangan yang cukup pesat di Keuskupan Ruteng, bermula di Paroki Katedral dan Paroki Santu Mikhael Kumba yang menjadi kuria (dewan yang membawahi presidium-presidium) pertama.

Kehadiran Legio Maria di Paroki Katedral Ruteng, yang awalnya sempat dirintis oleh seorang pastor muda, P. Hila Gudi, SVD pada tahun 1964 tidak lepas dari peran seorang awam perempuan Katolik, Maria Djelamut, atau yang akrab disapa Mery. Wanita kelahiran Wangkung, 22 Juni 1949 ini sejak remaja, saat masih menjadi siswi di SMP Puteri Ruteng sudah berkenalan dengan Legio Maria. Sebagai seorang pelajar yang tinggal di asrama milik Susteran SSpS kala itu, Mery selalu ikut dalam kelompok Legio Maria yunior yang sering mengadakan pertemuan doa setiap hari Minggu sore di salah satu ruangan kelas Sekolah Kepandaian Puteri (sekarang SMP Imaculata).

Setelah menamatkan pendidikan di SMP Puteri, Mery bersama 8 teman lainnya memilih melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru St. Aloysius (SPG Tubi). Mengikuti kata hatinya yang kuat, dia lalu kuliah ke Akademi Pendidikan Katekis (kini, Unika Santu Paulus Ruteng). Sebagai mahasiswa angkatan pertama di APK yang baru berubah nama dari KPK (Kursus Pendidikan Katekis), dia adalah satu-satunya perempuan karena sebelumnya, KPK hanya menerima mahasiswa laki-laki.

“Waktu itu saya merasa sebuah berita yang gembira sekali karena APK sudah mulai menerima perempuan untuk menjadi calon katekis, sehingga saya datang bertemu langsung Pater Rosmalen menanyakan dan ternyata memang benar. Semua mahasiswa yang belajar merupakan utusan dari keuskupan-keuskupan di NTT. Tetapi, saya bukan utusan keuskupan atau paroki tetapi saya sendiri mau studi di APK,” tutur Mery mengenang.

Karena ia menjadi satu-satunya perempuan yang ada di APK angkatan pertama, P. Jan van Rosmalen, SVD lalu meminta dua orang suster dari Kongregasi SSpS untuk juga ikut kuliah di APK. Jadilah, dua suster bergabung di angkatan awal APK yakni Sr. Teolinde, SSpS yang dulu tak lain adalah ibu asramanya saat masih tinggal di asrama SMP Puteri dan Sr. Martina, SSpS. Mery tak lagi sendirian menjalani hari-hari studinya selama 3 tahun, dia telah memiliki teman wanita yang sama-sama tekun meraih cita-cita. Beberapa tahun lalu, sahabatnya, Suster Teolinde telah tutup usia dan seorang lainnya, Sr. Martina sampai kini terus mengabdikan hidupnya di Komunitas Santu Damian Cancar.

Baca Juga : Menyusuri Jejak Wisata Rohani Gua Maria Golo Curu
Baca Juga : Suara Kasih, Kisah Perjalanan Paduan Suara Paroki Kumba

1 2 3 4Laman berikutnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button