
Dilansir TEMPO.CO, 12 Juni 2021, Presiden Jokowi, saat membuka secara virtual Pesta Kesenian Bali ke-43, telah memberi sinyal bahwa Bali segera dibuka untuk wisatawan asing. Hal ini dilakukan agar pemulihan ekonomi bisa segera terjadi, mengingat pariwisata merupakan leading sector di Pulau Dewata. Pesta Kesenian Bali menjadi ajang kegiatan tahunan yang dimulai sejak 1979, sebagai wahana pelestarian dan pengembangan seni tradisi, sebagai bagaian dari kekayaan yang dimiliki Bali.
Baca Juga : Memaknai Bulan Maria, PMRSH Berziarah ke Golo Curu
Baca Juga : Menulis, Menukik Lebih Dalam
Tahun ini, PKB yang berlangsung dari 12 Juni – 10 Juli 2021 mengusung tema “Jiwa Paripurna Napas Pohon Kehidupan” yang memiliki makna memuliakan hutan (pohon) sebagai simfoni harmoni semesta raya menuju kesejahteraan hidup dengan jiwa yang maha sempurna. Ada 73 mata acara yang melibatkan 10,000 seniman akan meramaikan acara yang berpusat di gedung Art Center dan sekitarnya, ditayangkan secara daring dan konvensional dengan pengunjung yang datang langsung ke arena acara sangat dibatasi.

Rencana pembukaan kembali kunjungan wisatawan asing secara terbatas yang direncanakan pada akhir bulan Juli 2021 nanti dipersyaratkan dengan sejumlah upaya bersama masyarakat Bali menangani pandemi, antara lain disiplin protokol kesehatan, vaksinasi yang cepat dan masif dan PPKM mikro berbasis banjar dan desa adat Bali harus diefektifkan demi mencegah penularan.
Tiga hari lalu, Sabtu, 12 Juni 2021 siang, bertepatan dengan pembukaan Pesta Kesenian Bali, saya tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, yang kini setelah rampung direnovasi, keindahan arsitektur bangunannya lebih mengesankan bagi setiap orang yang menyinggahinya. Kenyamanan itu tidak hanya dirasa saat kita memasuki ruang kedatangan, tetapi di pintu keluar sepanjang jalan menuju area parkir kendaraan, para wisatawan sudah mulai bisa mencicipi eksotisme keindahan karya seni budaya Bali seperti salah satunya, patung Hanoman berukuran raksasa, tak jauh dari pintu keluar.
Bandara yang terletak 13 kilometer dari Kota Denpasar ini dikenal memiliki kualitas pelayanan dan keramahan yang bersahabat. Nyaris boleh dibilang, tidak ada yang kurang pada bandara ini, dari sisi fasilitas, koneksi internet, kebersihan, keamanan dan berbagai kelengkapan kebutuhan penumpang. Maka, tak heran, pada tahun 2016 lalu, bandara internasional ini berhasil menyabet penghargaan sebagai Bandara Terbaik ke-3 di dunia, setelah Bandara Gimpo di Seoul Korea Selatan dan Bandara WuhanTianhe di Tiongkok.
Dari bandara, saya menumpang taxi menuju Denpasar yang dikemudikan Trima, 50 tahun, seorang pria Bali asal Kabupaten Karang Asem. Ia berkisah, sejak pandemi menerpa Bali, imbasnya sangat terasa sampai saat ini. Sebagai pengemudi taksi di Bali, pendapatannya menurun, karena wisatawan manca-negara tidak lagi melancong, sementara kunjungan wisatawan domestik ke Bali, baru mulai terasa ada kenaikan dua bulan terakhir walaupun masih terbatas. “Kami yang di transportasi ini ikut mengalami dampaknya.Tidak kayak dulu waktu turisnya banyak datang. Sudah setahun lebih ini penumpang sepi, banyak teman saya yang udah jual mobilnya karena harus membiayai hidup dan melunasi kredit,” ujar Trima.
Maka, muncul istilah, dampak pandemi Covid 19 jauh lebih menghancurkan daripada bom Bali dulu. Perekonomian Pulau Dewata yang paling besar bergantung pada pariwisata, lebih dari 52 persen penyumbang PBD Bali, ikut menerima dampak yang tak pernah terbayangkan, jutaan wisatawan dari berbagai negara enggan bepergian, termasuk ke Bali karena negara mereka pun ikut terkena dampak pandemi. Di sepanjang area Pantai Kuta misalnya, terlihat hotel-hotel yang sepi, begitu pun restoran dan toko souvenir. Ekonomi Bali pun, berada dititik nadir, data BPS menunjukan angka minus 12,28 persen di kuartal III-2020.
Kalau dihitung sejak Maret 2020, pertama kali pandemi muncul di Indonesia, maka sudah setahun lebih dampak terhadap pariwisata Bali berlangsung. Penerimaan daerah provinsi Bali dari sektor pariwisata menurun drastis, sejak Menkumham mengeluarkan Peraturan No. 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Dengan berhentinya kunjungan wisatawan, maka semua sektor penyokong pariwisata Bali ikut terkena dampak yang sama, hidup semakin sulit karena sumber mata pencaharian ekonomi masih terpuruk.
Bagaimana pun Bali tetap menjadi primadona, bukan hanya pariwisata alam dan budayanya yang indah bagai sekeping surga di dunia, namun juga banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia telah menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Bali mengais rejeki hidup. Di Ruteng, belum lama ini, saya ngobrol dengan dua remaja yang “pulang kampung” dari Bali setelah di PHK karena perusahaan tempat mereka bekerja mengambil kebijakan pemangkasan karyawan setelah omset menurun akibat pandemi. Mereka memilih bekerja di satu warung makan di Ruteng agar tetap bisa memiliki penghasilan. “Kalau keadaan perusahaan sudah baik, operasional normal kembali dan kami dipanggil lagi bekerja baru kami ke Bali,” kata Astri, 24 tahun, yang tetap mengimpikan suatu saat bisa kembali bekerja di Bali.
jqfpfa