
JimmyCarvallo.com– Delapan remaja terlihat sedang asyik berkumpul sambil bercanda ria di sekitar Gua Maria yang terletak di sisi barat, depan Gereja Santo Mikeal Kumba, Keuskupan Ruteng. Sore itu, hari terakhir Bulan November, hujan deras baru saja berlalu setelah cukup lama mengguyur Kota Ruteng.
Mereka, para remaja Putra-Putri Altar (PPA) yang kebanyakan perempuan, baru saja selesai bertugas menyukseskan acara Rapat Evaluasi Program Pastoral “Tahun Layanan Pastoral Kasih” Kevikepan Ruteng. Paroki Santo Mikael Kumba menjadi tuan rumah perhelatan kegiatan tersebut.
Di antara mereka, terdapat dua orang yang menjadi PPA senior karena telah lama menjadi pelayan Altar, membantu imam saat Perayaan Ekaristi dan sampai sekarang tetap setia menjadi PPA walau usia dan kesibukan terus bertambah.
Elisabeth Nggesu, salah satunya. Di usianya yang kini 20 tahun, Ecak, sapaan pemilik zodiak Scorpion, masih sering terlihat di beberapa perayaan Misa sebagai PPA.

Sejak tahun 2013, dia telah aktif menjadi Puteri Altar. “Satu minggu sesudah saya terima Komuni Pertama. Waktu itu saya masih SD kelas empat,” ceritanya, membuka obrolan kami sore itu. Ecak yang saat ini menjadi mahasiswi semester 3 Fakultas Kehutanan di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang berkisah, sejak awal di Sekolah Dasar, ia telah menyimpan keinginan untuk bisa ikut melayani di gereja.
“Di kelas dua di SDK Kumba I saya sudah ikut aktif di Sekolah Minggu. Ada kakak-kakak pembina Sekami yang juga ikut menjadi PPA. Dulu, namanya masih misdinar atau biasa orang bilang ajuda. Setelah saya Sambut Baru, langsung kepingin ikut jadi PPA. Saya senang sekali lihat mereka, kakak-kakak misdinar waktu di misa-misa.”
Bagai gayung bersambut, seorang kakak pembina Serikat Kerasulan Anak Misioner (Sekami) di Paroki Santu Mikael Kumba mengajaknya menjadi PPA. “Ada yang namanya Kak Ivon Galus, Kak Yuni, Kak Atik Ganis dan kakak pembina lainnya yang ajak ikut. Mereka semua misdinar, waktu saya baru mulai ikut bergabung,” kisah Ecak.
“Angan-angan memakai jubah seperti suster terwujud, hahaha. Yang saya rasa terharu, bagaimana perasaan pertama kali bisa bertugas membawa Kalix (piala berisi air anggur) ke altar dan diserahkan ke Romo sebagai imam pemimpin Ekaristi. Itu yang berkesan di hati,” cerita Ecak, mengenang kembali mula-mula ia menjadi misdinar 9 tahun lalu.
Di tahun 2018, dia dilantik menjadi ketua Putra-Putri Altar Paroki Kumba. Tahun lalu, di sela-sela kesibukan menjalani 2 semester kuliah di Kota Kupang, dia sempat bergabung di PPA Paroki Santu Yosef Naikoten, Stasi Santu Petrus Manulai II. Seiring perkuliahan masih dilakukan secara daring, pemudi yang suka menyanyi, membaca dan menulis ini pulang ke Ruteng dan kembali aktif diantara barisan para PPA di Paroki Kumba.
“Saya percaya, menjadi PPA adalah panggilan Tuhan bagi kami orang muda dan remaja-remaja gereja. Dengan ikut melayani di Gereja, kami mengambil bagian sebagai alat yang dipakai oleh Tuhan. Seperti Sekami dan OMK dan organisasi rohani lainnya yang ada di Paroki, semua dipakai Tuhan sebagai perpanjangan tanganNya bagi sesama,” kata Ecak.
Ingin Melayani
Tak beda dengan Ecak, sahabat seangkatannya yang sejak lama menjadi PPA di Paroki Kumba, Claudius Dela Colombiere Gor, yang disapa Dodi juga mengawali tugas menjadi PPA dengan semangat ingin melayani.

Remaja 16 tahun, kelahiran So’e, 15 Februari 2005, dan sekarang sedang dibangku kelas XII SMAN I Langke Rembong, Ruteng merupakan adik kelas setahun, satu sekolah bersama Ecak. Sejak Bulan Juni 2014, dua bulan sesudah menerima Komuni Pertama, dia langsung aktif menjadi PPA sampai sekarang.
“Waktu pertama kali pakai jubah, bagaimana rasanya ya? Tidak bisa dibahasakan. Kepingin cepat besar dan bisa menjadi pastor atau bruder,” ceritanya sambil tersenyum. Delapan tahun sudah Dodi tetap setia menjadi PPA, melayani imam di Altar dalam perayaan Ekaristi. “Saya tertarik menjadi PPA dari dulu karena bisa ikut melayani Tuhan yang hadir dalam Ekaristi melalui para imam. Mental dan disiplin saya juga dilatih melalui PPA.”
Sejak menjadi PPA, Dodi pun menjadi lebih berani tampil di depan banyak orang, sesuatu yang tidak pernah dialaminya ketika masih di awal-awal Sekolah Dasar. Intensitas kegiatan sebagai PPA di Paroki yang sering mereka gunakan untuk mengisi waktu luang juga membawa keuntungan ganda.
“Ada beberapa suster dari Ordo luar negeri, mereka berbahasa Inggris. Ketika bertemu di Paroki atau di gereja pada waktu-waktu tertentu, mereka mengajak saya berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Saya pun pelan-pelan menyukai bahasa Inggris dan terbantu dengan ajakan mereka bercakap-cakap,” tutur Dodi.
Tidak hanya bahasa Inggris, di beberapa kesempatan, dia pun mencoba berkomunikasi dengan bahasa Italia dan Spanyol yang mulai disukainya dengan beberapa biarawati asal Eropa yang berkarya di Keuskupan Ruteng. Remaja yang hobi bermain gitar sejak kecil ini, bertutur, dengan menjadi PPA, ada banyak teman baru yang dikenalnya, sekaligus memperdalam kerohanian.
Menghidupkan Persaudaraan
Di Paroki Santu Mikael Kumba, saat ini ada 75 anak dan remaja anggota PPA. Selain Ecak dan Dodi, ada pula beberapa remaja Sekolah Menengah. Saat berjumpa, bersenda gurau dengan mereka, ada juga seorang remaja 16 tahun yang ketika saya tanya, ternyata bercita-cita ingin menjadi pramugari. Namanya Lia. Nama panjangnya, Dominica Natalia Metan.

Dia sedang menempuh pendidikan di SMK Sadar Wisata Ruteng, duduk di kelas XI. Bulan April 2016, merupakan saat-saat pertama kali dia bergabung dengan PPA. “Sejak menjadi anggota PPA Paroki Kumba, bersama teman-teman, saya dilatih untuk bagaimana hidup berkomunitas dengan teman-teman lain. Saling memperhatikan dan hidup dalam semangat iman Katolik. Hidup dalam suasana persaudaraan.”
Lia, yang mengidolakan artis Agnes Monica dan Nathasa Wilona, menuturkan, dengan aktif di PPA dan sering melakukan kegiatan gerejani bersama para sahabatnya, dia mengalami pertumbuhan iman yang semakin baik dan bisa menjalin relasi penuh persaudaraan dan perkawanan dalam wadah ini.
“Di sini kami mendapat banyak teman, dari sekolah dan Komunitas Basis yang berbeda. Banyak kegiatan yang kami buat. Dengan menjadi misdinar atau PPA kami dibentuk untuk menjadi orang-orang muda yang peka dengan kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Kami mengambil bagian di dalam itu semua,” tutur Maria Lidia Hartini, remaja 16 tahun, anggota PPA lainnya yang sedang bersekolah di SMA I Langke Rembong.
Sebagian besar anggota PPA di Paroki Kumba melakukan hijrah dari Sekami ke PPA setelah mereka memasuki usia remaja. Hal ini dilakukan, karena wadah Sekami memang diperuntukkan bagi anak-anak usia Sekolah Dasar. Mereka lalu berjumpa banyak kawan baru di PPA dengan semangat yang sama, yakni melayani Tuhan di sekitar Altar dan melakukan banyak kegiatan bersama untuk mengembangkan bakat dan minat.
Baca Juga : Firan Tani, Dua Novel Satu Impian
Baca Juga : Sehari Setelah Patung Maria Ditemukan Terapung di Laut Lembata
Baca Juga : Mengenal Tari, Paskibraka NTT 2021 dari Manggarai
Seperti yang dialami juga oleh Primaviani R D R Rodrigues atau disapa Sari sejak berada di komunitas PPA. Remaja kelas XI SMAN I Langke Rembong ini, di usianya yang ke-17 tahun tetap memilih berada di barisan PPA karena kecintaannya pada Misa atau perayaan Ekaristi sejak lama.
“Waktu saya masih SD kelas tiga. Saat saya datang misa di Gereja Kumba, di dekat gerbang depan, ada seorang petugas gereja langsung panggil saya untuk minta bantuan menjadi misdinar. Padahal saya belum pernah menjadi misdinar sebelumnya. Ada kurang lagi satu orang anggota waktu misa sudah dimulai. Ya, waktu itu saya ambil bagian saja, walaupun ragu-ragu,” kisah Sari.

Alhasil, pertama kali menjalankan peran sebagai PPA, 8 tahun lalu, semuanya berjalan lancar dan berhasil walau tanpa mengikuti latihan sebelumnya. “Setelah selesai misa, waktu pulang, saya sempat berkhayal, kepingin jadi PPA terus. Apalagi senang berada di dekat Altar, tempat Ekaristi Kudus berada. Saya bisa lebih mendekatkan diri pada Tuhan,” kisah remaja yang tinggal di Jalan Gewak I, dan memiliki hobi menari sejak kecil.
Dijalani dengan Gembira
Sejak tahun 2015, Maria Antonia Wula, juga tercatat mulai aktif sebagai PPA. Ria, yang sedang kuliah semester pertama di Universitas Nusa Cendana Kupang, berkisah, dengan menjadi PPA dirinya bisa menggunakan waktu senggang untuk ikut melayani Tuhan dalam memperlancar perayaan Misa di Gereja Kumba.
“Ini tentu hal yang menyenangkan. Banyak teman dan berbagi waktu dengan Tuhan melalui pelayanan di PPA gimana gitu, asyik juga. Sampai sekarang, sejak tahun 2015 lalu, saya terus aktif sebagai PPA. Butuh pengorbanan waktu memang, apalagi kalau cuaca di Ruteng sedang tidak bersahabat. Iitu semua tantangan yang membuat saya dan teman-teman terus melangkah maju dalam panggilan pelayanan ini,” ucap Ria.
Dia dan teman-teman anggota PPA, tak hanya bertugas saat perayaan Misa Hari Minggu. Di setiap Misa khusus seperti Hari Raya Besar, Misa Pernikahan, Misa Adorasi, dam lainnya mereka kerap berbagi tugas. Semua dijalani dengan rasa gembira dan syukur.
“Ada rasa syukur, karena Tuhan memakai kami untuk menjadi PPA. Tidak semua remaja berminat, tapi semoga di masa mendatang, semakin banyak yang terpanggil menjadi PPA. Semakin banyak orang tua yang mendorong anak-anak mereka menjadi Putra-Putri Altar,” ungkapnya.
“Sejak dulu memang saya sudah ingin membagi waktu dengan kegiatan di gereja. Saya ingin ada kegiatan di gereja yang bisa dikuti bersama teman lain untuk mengisi waktu luang. Saya bersyukur karena di PPA kami semua selalu seperti satu keluarga besar. Kami saling mengenal dan juga saling mendukung satu terhadap yang lain,” sambung Pricilia Lidya Engkot, 16 tahun, siswi SMAN II Langke Rembong, ketika saya mengajaknya cerita tentang pilihannya menjadi Putri Altar.

Remaja yang bercita-cita menjadi guru, dan disapa Priska, mengisahkan, menjadi anggota PPA juga merupakan cara pengembangan diri yang baik. Apalagi ketika berada di lingkungan teman-teman yang memiliki minat sama, yaitu melayani Tuhan dalam kegiatan gerejani, khususnya dalam Misa.
“Tentu ada rasa syukur. Ada rasa kegembiraan menjalani peran sebagai PPA karena kami memberi waktu untuk Tuhan dengan cara kami, agar Misa berjalan baik dan khusyuk,” tambah Priska.
Kreatif dan Mandiri
Margaretha Nobilio Pasia Janu, salah seorang Pembina PPA Paroki Santu Mikael Kumba sejak tahun 2019 mengisahkan, sebelumnya ia bersama Bruder Suryadi, CSA membentuk komunitas kategorial khusus bernama Putra-Putri Altar sebagai bagian dari organisasi rohani yang ada di Paroki Kumba.
Mahasiswa Fakultas Matematika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini telah lama juga menjadi pembina Sekolah Minggu, bahkan tugas itu masih setia dijalaninya sampai sekarang. “Waktu saya pulang libur kuliah, Bruder Suryadi sudah ada ide membentuk kelompok khusus PPA atau misdinar. Tahun 2018 PPA Paroki Kumba sudah terbentuk dan kepengurusannya dilantik secara khusus,” cerita Reta.
Saat masih berlibur di Ruteng, dalam kesibukannya menjadi pembina di Sekolah Minggu dan Sekami, Bruder Suryadi lalu mengajak Reta ikut menjadi pendamping PPA Paroki Kumba. Reta pun mengiyakan dan sejak tahun 2019 ikut memajukan PPA. Sejak tahun lalu, Reta lebih banyak waktu berada di Ruteng.
Sambil menanti wisuda, ia terus mendampingi PPA. Letak rumahnya yang tak jauh dari kompleks Gereja Kumba, memudahkan dia aktif memberikan pendampingan di setiap kegiatan bersama para pelayan di sekitar Altar.
Reta mengakui, sejak Bruder Suryadi pindah tugas pelayanan kongregasinya, praktis Paroki Kumba kekurangan tenaga pendamping yang memahami dengan baik tentang PPA. Sebelumnya, bersama Bruder Suryadi, rutin dilakukan kegiatan rekoleksi berkala dan pertemuan mingguan seluruh anggota PPA. Itu bagian dari model pembinaan mereka.

“Di kegiatan itu, ada pendalaman tentang misdinar. Apa itu misdinar atau PPA, bagaimana sejarahnya, apa yang dikerjakan bersama sebagai PPA dan lainnya. Kegiatan bersama biasanya setiap minggu pertama dan minggu ketiga setiap bulan. Sedangkan pembinaan Sekami diatur pada minggu lain, yaitu minggu kedua dan keempat,” tutur Reta.
Putra-Putri Altar Paroki Kumba, tidak sekedar berada di sekeliling Altar saat perayaan Misa berlangsung. Menurut Reta, ada banyak aksi iman konkrit bersama yang telah dilakukan para anggota PPA, seperti kunjungan bersama ke panti-panti asuhan, mengunjungi orang-orang sakit dan belakangan ini mereka juga mulai ikut mendampingi teman-teman sebaya untuk pelatihan misdinar bagi anggota baru.
“Kami yang menjadi pendamping, tidak lagi mengurus jam-jam latihan misdinar untuk misa. Mereka diberi tugas untuk bisa menjadi pendamping langsung untuk latihan. Kami juga mengarahkan mereka untuk kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi kreatif. Dengan modal dari kas yang ada, mereka mulai berjualan untuk menambah kas mereka sendiri,” cerita Reta.
Setiap minggu, para anggota PPA ikut berjualan barang-barang rohani seperti patung-patung Orang Kudus, buku rohani dan Alkitab di Gereja Kumba. Selain itu, para remaja ini juga berjualan aneka jenis makanan yang mereka kreasikan atau olah secara mandiri. Semua dilakukan tidak saja untuk melatih kemandirian dan solidaritas tetapi juga sebagai wujud kebersamaan, keakraban dan kecintaan mereka dalam wadah bernama Putra-Putri Altar.
Di tengah kemajuan dunia dewasa ini yang menyeret semakin banyak remaja berperilaku hedonis dan konsumtif, bermental instan dan jauh dari kehidupan menggereja, Putra-Putri Altar Paroki Santu Mikael Kumba memberi kesaksian dengan keteladanan, bahwa ketika memilih berjalan bersama Tuhan dan sesama, niscaya semua perjuangan meraih masa depan akan menjadi lebih indah. (Jimmy Carvallo)