
JimmyCarvallo.com– Berkat kesamaan talenta atau bakat menyanyi, keduanya bertemu dalam satu kelompok paduan suara bernama Gratia Plena. Di Paroki Santu Mikhael Kumba, Keuskupan Ruteng, nama Gratia Plena, dua tahun belakangan melejit naik di atmosfir liturgi gerejani, mewarnai berbagai perayaan Ekaristi dengan lantuan lagu-lagu rohani yang tak hanya merdu, tetapi juga menyentuh hati banyak umat Katolik.
Bagi Kristina Suria Lanum, biasa disapa Ibu Suri, menyanyi bukanlah sesuatu yang baru ditekuninya. Sejak kecil, wanita kelahiran Sesok, 3 September 1971 ini tak terpisahkan dengan dunia tarik suara. Ibarat lagu Mobil dan Bensin, hidupnya selalu beriringan, seiring sejalan, dengan aktivitas bernyanyi disetiap kesempatan hidup. Begitu pun dengan kedekatannya pada organisasi rohani Legio Mariae, sulit dipisahkan di tengah kesibukannya sebagai seorang ibu rumah tangga.

Istri dari Marianus Geto yang berzodiak Virgo ini, sejak lama aktif di koor Komunitas Basis Gerejani (KBG) dan koor wilayah. Ia pun pernah aktif bergabung di sejumlah paduan suara tingkat Paroki Kumba sampai memperkuat paduan suara Paroki tersebut di ajang Pesparani 2019 yang diselenggarakan di Gereja Kathedral Ruteng. Saat itu, mereka meraih juara 1.
Perlombaan Pesparani 2019 menjadi cikal bakal permulaan keinginan Suri dan sejumlah teman penyanyi lainnya untuk bisa membuat sebuah kelompok paduan suara sendiri di Paroki Kumba. “Setelah Pesparani itu, terbersit ide di antara kami bertiga, saya, Ibu Elis Jemali dan Ibu Rini Limun untuk membentuk sebuah kelompok koor baru yang bisa ikut melayani umat dan Gereja Paroki dalam misa-misa. Kami sempat saling bertukar pikran waktu itu,” cerita Suri, saat ditemui di rumahnya, Senin, 2 Mei 2022 di Ruteng.

Seiiring waktu berjalan, koor yang terbentuk dari kerja keras ketiganya, perlahan tapi pasti mulai terbentuk. Mereka pun mulai melayani di beberapa Misa yang ada di wilayah Paroki Santu Mikhael Kumba. Di wilayah V, Kumba, tempat dia bermukim, ada banyak potensi penyanyi, umat yang memiliki suara bagus dan minat bernyanyi. Mereka yang memiliki bakat itu, diajak bergabung. “Waktu itu, sudah terbentuk, tetapi belum ada nama. Kami selalau tampil bernyanyi mengisi liturgi Misa,” tambah Suri mengenang.
Baca Juga : Putra-Putri Altar Paroki Kumba, Setia Melayani di Rumah Tuhan
Ketiganya, Suri, Elis dan Rini lalu berinisiatif mengumpul, mengajak beberapa orang yang mereka tahu memiliki potensi suara emas terpendam, untuk bergabung membentuk paduan suara (koor). Mereka memulai dengan sekitar sepuluh orang. Setelah para personil koor terbentuk, mereka merencanakan jadwal latihan. Penuh semangat.
“Tapi, waktu itu, muncul karaguan di antara kami. Siapa yang menjadi dirigen? Siapa yang melatih dan memandu para anggota koor?” kisah Suri. Tiba-tiba, mereka teringat pada seorang guru muda perempuan bernama Hermelinda Nganim. Pengajar di TKK Inviolata Ruteng ini, sering di sapa Ibu Ivon.

Wanita kelahiran Pahar, 6 Oktober 1978, berambut panjang dan berkaca mata itu pernah bersama mereka memperkuat paduan suara Paroki Santu Mikhael Kumba di Pesparani. Sebelumnya mereka tidak saling kenal dekat. Hanya bertemu saat-saat latihan yang panjang, melelahkan namun menyenangkan, sampai tampil memukau penonton yang memenuhi Gereja Kathedral di panggung Pesparani 2019.
“Sejak kenal di Pesparani, saya diam-diam menjadi fans berat dengan Ibu Ivon. Waktu itu, memang sebelumnya di tahun 2018, ada perlombaan koor antar wilayah dalam Paroki Kumba, dalam rangka Ulang Tahun Paroki Santu Mikhael. Dan dia (Ibu Ivon) menjadi dirigen. Saya suka sekali cara dia menjadi dirigen. Waktu itu kami belum saling kenal. Saya kagum dengan dirigennya. Luar biasa bagus, menurut saya,” cerita Suri.
Dalam sebuah acara Misa Tahbisan Imam baru di Gereja Kumba pada penghujung tahun 2019, kekaguman Suri pada kepiawaian Ivon menjadi dirigen semakin kuat, ketika dalam paduan suara para anggota Pesparani yang berkolaborasi dengan koor Suara Kasih, yang mengiringi misa itu, ada dua lagu yang dipimpin oleh Ivon, sebagai dirigen.
Baca Juga : Suara Kasih, Kisah Perjalanan Paduan Suara Paroki Kumba
Kelompok koor awal yang terbentuk itu pun sering melakukan pelayanan menyanyi bahkan terkadang sampai dua kali tampil dalam sehari, mengisi acara Misa pernikahan maupun syukuran. Saat itu, mereka masih sering “meminjam” dirigen dari tempat lain untuk mengiringi mereka bernyanyi. Semakin dikenal, semakin dicinta, tentu semakin banyak yang meminta mereka bernyanyi dalam sejumlah hajatan atau acara gerejani.

Satu per satu orang yang memiliki bakat menyanyi juga mulai mendekati Suri dan teman-teman lainnya untuk meminta diri bergabung memperkuat paduan suara mereka. Hingga sekarang, ada 21 personil penyanyi yang ada di koor tersebut. “Waktu itu, dengan semakin banyak pelayanan dan semakin banyak yang bergabung, kami mulai tukar pikiran. Koor ini harus ada nama. Sudah saatnya kita cari nama,” kenang Suri.
Baca Juga : Sehari Setelah Patung Maria Ditemukan Terapung di Laut Lembata
Tak perlu waktu lama untuk meminta kesediaan Ivon menjadi dirigen.Di bawah sentuhan jiwa seni tarik suara dan bakat dirigennya yang gemilang, koor ini pun tambah berkibar dan menjadi terkenal di wilayah Paroki Kumba dan paroki lainnya dalam Kota Ruteng. “Awal tahun 2020, tidak lama sesudah perhelatan Misa Tahbisan itu, saya lalu mulai bergabung sebagai dirigen di koor mereka,” kisah Ivon, pemilik zodiak Libra, yang lama pernah tinggal di Jakarta dan Surabaya.
Lalu, muncullah nama Gratia Plena. Sebuah nama yang berarti penuh rahmat. Nama yang diberikan langsung oleh Ivon, sang dirigen berbakat. Saat masih tinggal dan bekerja di kota metropolitan Jakarta tahun 1998, ia aktif bernyanyi di sebuah paduan suara bernama Gratia Plena. Anggota paduan suara itu, banyak yang berasal dari NTT dan Batak.
Dari Jakarta, Ivon lalu berpindah tinggal di Surabaya. Di sana ia ikut merintis sebuah kelompok paduan suara yang anggotanya sebagian besar orang Flores, dan ia memberinya nama yang sama : Gratia Plena. “Saat pulang ke Ruteng dan menetap dengan suami dan anak-anak, saya sempat merasa kosong. Ada yang kurang. Bakat saya menyanyi dan dirigen serasa tidak tersalurkan. Pernah saya menjadi dirigen dan melatih koor KBG Santa Angela di Paroki Kumba, karena waktu itu mereka juga kesulitan mendapatkan dirigen. Itu awal saya merasa at home kembali karena ada ruang bisa menyalurkan bakat,” kisah Ivon.

Ivon, bersama keluarga kecilnya kini menetap di KBG Ratu Surga, Paroki Santu Mikhael Kumba. Tak hanya suaminya, Benyamin Eba yang terus mendukung talenta menyanyi dan dirigen yang dimilikinya, anak-anak juga ikut mendukung dan tak mempersoalkan dengan banyak waktunya yang kadang tersita untuk melatih beberapa koor KBG atau koor khusus lainnya yang ada dalam wilayah Paroki Kumba.
Ia pun menjadi pelatih sekaligus dirigen di Wilayah IIB. “Kalau kita memiliki bakat atau talenta, kita persembahkan untuk memuliakan Tuhan sambil mengajak orang lain, mendorong mereka mengembangkan bakat menyanyinya. Itu prinsip saya. Ada banyak yang memiliki bakat menyanyi, tetapi menjadi terpendam karena tidak diajak atau diberi panggung untuk menyanyi,” tuturnya.
Baca Juga : Maria Midas Melayani Sesama Melalui Legio Maria
Sejak bersekolah di SMA Katolik Santu Klaus Kuwu, Manggarai, bakat dirigen Ivon nampak dan di sekolahnya ia selalu dipercayakan memimpin koor. “Saya senang sekali melatih orang bernyanyi. Melatih orang membagi empat suara dan Tuhan kasih kemampuan itu. Itu yang saya rasakan. Saya bersyukur saja. Sehingga saya pun harus berbagi dan menolong orang lain bernyanyi dengan baik.”
Ivon menuturkan, yang menjadi persoalan terkadang, semua orang bisa menyanyi dengan baik, tetapi tidak semua orang bisa melatih orang lain dengan baik. Misalnya, bagaimana mempertajam sopran, alto, tenor dan bas dengan maksimal. “Demikian juga misalnya, banyak orang bisa dirigen, tapi belum tentu semua dirigen itu bisa melatih,” tambahnya.

Menurut Ivon, sebuah paduan suara atau koor baru dikatakan baik dan berhasil kalau bisa membawa banyak orang atau umat yang mengikuti Misa masuk dalam suasana tema-tema lagu yang dibawakan. “Bisa saja materi lagu semua orang sudah tahu, tetapi bagaimana cara kita membawakan lagu itu sehingga membawa seluruh umat yang hadir masuk dalam suasana bathin perayaan itu. Itu yang menjadi prinsip saya,” ucap Ivon.
Karena kesamaan hobi, Suri dan Ivon bertemu di Gratia Plena. Sebelumnya di Pesparani mereka bertemu dalam satu gelombang nada, dalam lagu-lagu yang diperlombakan. Di Gratia Plena tidak saja persahabatan mereka lebih akrab, kerohanian yang semakin bertumbuh, tetapi juga mereka menjadi teman, sahabat dan satu keluarga besar bersama para personil Gratia Plena lainnya. Mereka terus bernyanyi untuk Tuhan. Melayani sesama dengan talenta suara indah yang mereka miliki.(Jimmy Carvallo)