
Oleh : Yohana Farida Merdiani
Mahasiswi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana.
Pandemi COVID-19 telah berlangsung dua tahun sejak awal tahun 2020. Lonjakan kasus terus menerus terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat untuk menekan tingginya kasus.
Dampak pandemi tidak hanya terjadi pada aspek sosial ekonomi masyarakat namun juga kesehatan balita, salah satunya adalah risiko stunting. Stunting seakan menjadi sebuah pekerjaan rumah yang tak kunjung usai.
Apa Itu Stunting?
World Health Organization (WHO) menyebut stunting sebagai suatu kondisi dimana terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak yang dipengaruhi oleh kurangnya asupan gizi. Dalam waktu lama, masalah tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan anak, yang biasanya ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dari anak sesusianya.
Dampaknya sangat beragam, mulai dari menurunnya kemampuan kognitif, motorik dan intelektual hingga menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit.
Fakta menunjukkan bahwa semenjak wabah corona virus mulai merebak, kurva angka kematian pun turut meningkat.
Di sisi lain, prevalensi kasus stunting juga meningkat seiring dengan meluasnya kasus covid-19. Fakta selanjutnya, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, angka stunting di Indonesia adalah 30,8%, yang berarti 1 dari 3 anak balita di Indonesia menderita stunting. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka ini menurun menjadi 27,7%.
Informasi yang diperoleh dari World Bank, tahun 2020 prevalensi stunting Indonesia menempati urutan ke 115 dari 151 negara di dunia. Angka tersebut diprediksi terus meningkat apalagi ditambah dengan masa pandemi Covid-19 pada saat ini. Pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun menjadi 14% pada tahun 2024.
Target ini akan semakin sulit dicapai mengingat sumber daya kesehatan saat ini sedang difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Berbagai literatur mengatakan bahwa secara umum, stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : pendidikan orang tua, tinggi badan ibu, usia ibu, berat badan dan panjang badan bayi lahir rendah, pendapatan rumah tangga, praktik menyusui, hygiene dan sanitasi, serta kualitas pelayanan kesehatan.
Penanggulangan masalah stunting memang tidak mudah dilakukan karena faktor penyebab stunting yang bersifat multidimensi. Hal ini diperberat dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat sumber daya kesehatan difokuskan untuk penanganan pandemi.
Dampak pandemi COVID-19 di seluruh belahan dunia, tak terkecuali Indonesia adalah memperburuk keadaan ekonomi dan pembatasan ruang gerak. Sehingga, pemenuhan gizi pada anak menjadi terhambat.
Penulis berasumsi bahwa berbagai kebijakan yang dicanangkan pemerintah seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lockdown turut berdampak pada meningkatnya prevalensi stunting pada anak.
Pemberlakuan PSBB dapat membatasi perawatan dan pemberian layanan kesehatan yang dapat meningkatkan faktor risiko kekurangan gizi selama masa pandemi COVID-19. Selain pemberlakuan PSBB, kebijakan lockdown juga memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan prevalensi stunting pada anak. Kebijakan ini bertalian dengan penurunan ketahanan pangan yang kemudian dapat meningkatkan prevalensi stunting.
Baca Juga : Stunting Menghantui Masa Depan Generasi Penerus Bangsa
Selama pandemi COVID-19, tingkat pendapatan masyarakat cenderung menurun akibat adanya pembatasan aktivitas yang berdampak secara langsung terhadap faktor ekonomi.
Perubahan daya beli masyarakat mengakibatkan penurunan kualitas konsumsi pangan, dimana masyarakat lebih cenderung mengurangi pengeluaran kebutuhan sehari-hari yang menyebabkan kebutuhan gizi anak menjadi tidak tercukupi.
Menghadapi situasi ini, diperlukan komitmen pemerintah dan fokus anggaran dalam penanganan kasus stunting pasca COVID-19. Jadi, masalah stunting harus diatasi dengan baik agar generasi masa depan Indonesia bisa menjadi generasi yang unggul, berdaya saing dan berkualitas.*